TANDUK SI KAMBING
Keyword : pohon pisang, gula-gula,
rasi, salju, jelantah
Coat
tahu dirinya tidak akan pernah bisa menyamai kekuatan Dogy. Keperkasaan Dogy sudah
terdengar masyur di negeri hewan. Dia Begitu disegani dan dihormati oleh hewan
lain. Dogy adalah seekor anjing yang begitu gagah yang memiliki tubuh tegap dan
sepasang tanduk di kepalanya. Dogy hidup dengan seorang teman, Si Coat. Coat
ini memiliki sifat pemalu dan penakut. Karena sifatnya itu dia sering diejek
oleh teman-temannya yang lain Karena dia begitu lemah dan tidak mempunyai
senjata untuk melindungi dirinya sendiri sehingga ia selalu berlindung pada Dogy.
“Dasar
kau hewan yang tidak berguna, kau itu jelantah yang seharusnya dibuang sehingga
tidak menyusahkan orang lain”, ejek Piton si ular yang cukup disegani karena
kekuatan lilitannya yang bisa menumbangkan seekor kerbau. “Iya, betul lebih
baik kamu dibuang karena tidak berguna, namun dagingmu jangan karena dagingmu
semanis gula-gula”, sahut Kobra mengeluarkan liur. “ssssttt….kalau saja kami
tidak menghargai Dogy sudah kubunuh kau dan kulahap habis dalam perutku”, lanjut
Kobra dengan amarah yang tertahan. Coat hanya bisa diam dengan tubuh gemetar.
“Tolong jangan bunuh aku, dagingku tidak enak karena aku begitu bau dan dekil”,
balas Coat dengan bibir gemetar. “Hai, jangan ganggu sahabatku”, teriak Dogy
dari kejauhan. Dengan cepat Dogy berlari dan hanya dengan hitungan detik Dogy
sudah di depan Piton dan Kobra. “Berani kalian menyetuh sahabatku akan aku
cabik-cabik tubuh kalian sehingga kalian tidak sanggup membayangkannya”, gertak
Dogy dengan menggeram. “Ka..ka..kami tidak melakukan apa-apa pada kambing itu
kami hanya ingin melindunginya dari pemangsa lain”, jawab Piton dengan nada
terputus-putus. “Iya kami hanya ingin menjadi temannya”, sambung Kobra dengan cepat.
“Betulkan Coat???”, ucap Piton dengan cepat. “Apa itu benar sahabatku?apa mereka
tidak melukaimu?”, tanya Dogy dengan meradang. “I..iya mereka tidak melukaiku”,
jawab Coat dengan takut. “Kalau sampai ada satu helai bulu pun jatuh dari tubuh
Coat, kalian tidak akan aku lepaskan”, Sahut Dogy dengan lantang. “Cepat pergi
dari sini sebelum aku berubah pikiran”, Dogy murka. “sudahlah, kau tidak perlu
marah lagi bila kau marah pada mereka kau akan membuang tenagamu saja”, Coat mencoba
meredam Dogy dengan nada lembut. Senyuman kecil terlihat dari wajah Dogy yang
masih terlihat marah.
Dogy
begitu menyayangi Coat karena ia telah berhutang nyawa padanya. Kejadian itu
tidak akan pernah dilupakannya, ketika itu musim dingin berkepanjangan banyak
hewan-hewan mati karena tidak ada makanan. Ketika Dogy kecil tidak berdaya di
tengah tumpukan salju yang dingin, tubuhnya sudah lemah tidak bertenaga karena
sudah beberapa hari tidak makan. Tiba-tiba ada yang menolongnya dengan
memberikan bangkai hewan yang sudah mati terlebih dahulu karena kelaparan. Sejak
itulah Dogy dan Coat bersahabat. Walaupun mereka dari rasi yang berbeda, tetapi
mereka saling menyayangi dan menghargai. Dogy juga begitu melindungi Coat.
“Aku
akan pergi sebentar untuk mencari makanan , apa kau ingin aku bawakan
sesuatu?”, tanya Dogy. “Tidak usah nanti aku cari sendiri”, sahut Coat dengan
cepat. “Tapi aku takut kau akan celaka seperti kemarin”, ucap Dogy dengan nada
rendah. “Tidak, kau tidak usah kawatir aku akan baik-baik saja”, ujar Coat
seraya meyakinkan Dogy. “Percaya deh sama aku”, lanjut Coat dengan tertawa
kecil. “Ya sudah kalau kau memaksa aku tidak bisa melarangmu”, sahut Dogy
sedikit kecewa. “Ya sudah aku berangkat sekarang, sore nanti aku sudah sampai dirumah”,
sahut Dogy sambil berlalu.
Sejak
kecil Coat memang hidup sebantang kara, tetapi setelah Coat bertemu dengan Dogy
ia merasa seperti memiliki keluarga. Coat memang senang bisa bertemu dengan
Dogy apa lagi Dogy begitu menyayanginya dan selalu melindunginya. Di tambah
lagi Dogy selalu memberikannya rasa aman dan nyaman. Walaupun demikian Coat
merasa ada yang kurang dalam dirinya karena ia tidak bisa melindungi dirinya
sendiri, dia begitu lemah dan tidak berdaya. Dia sering murung bila membayangkan
Dogy suatu saat meninggalkannya, dia tidak bisa bergantung terus pada Dogy.
Sambil
berdendang Coat berjalan mencari rumput yang tidak kunjung ia temukan. Wajahnya
tiba-tiba berubah sumringah ketika melihat pohon pisang di depan sana. “Wah,
makanan lezat tuh nyam nyam nyam”, bergumam Coat di dalam hati. Sambil sedikit
berlari ia menghampiri pohon pisang itu, belum sempat ia memakan daun pisang
itu tiba-tiba datang seekor monyet dar kejauhan. “Hei, jangan dimakan pohon
pisang itu”, seru Si Monkey dari
kejauhan. “Memangnya kenapa? Aku kan sudah lapar”, jawab Coat agak binggung. “Itu
pohon pisangku kenapa kau tidak minta ijin kepadaku”, jawab ketus Si Monkey. “Maafkan
aku, aku tak berniat mengambil pohon pisangmu tetapi aku lapar”, Coat menjawab
dengan nada memelas. “Ya sudah aku akan pergi”, lanjut Coat. “Tunggu, kau boleh
memakan daun pisang ini asalkan kau tidak merusaknya karena aku juga mengingginkan
buahnya tumbuh”, seru Monkey iba melihat kambing itu. “Aku merasa kau hewan
yang baik dan instingku tidak pernah salah”, jawab Monkey sedikit nyengir. “Terimakasih
aku berhutang padamu”, sahut Coat.
Keesokan
harinya Coat menemui Monkey untuk mencari makan bersama. Selesai mencari makam,
Coat dan Monkey bersantai di bawah pohon. Sambil duduk mereka
berbincang-bincang santai ditemani angin yang sepoi-sepoi. Gelak tawa mereka
terdengar sampai kejauhan.
“Coat
apa kau senang dengan keadaanmu yang sekarang?”, tanya Monkey dengan santai. “Iya
aku senang bisa kenal kau dan Dogy, kalian adalah sahabat dan keluargaku yang
aku miliki”, jawab Coat sambil tertawa. “Tapi apa kau akan selalu berlindung di
bawah ketiak Dogy anjing itu?”, celetuk Monkey. “Maksutmu apa, berkata seperti
itu?”, tanya Coat dengan heran. “Aku hanya kasihan padamu kau tidak mempunyai senjata
untuk melindungi dirimu sendiri”, jawab Monkey sedikit berbisik. “Entahlah aku
juga tidak tahu”, jawab Coat dengan singkat. “Kau tidak usah berbohong padaku
aku tahu yang kau rasakan”, sahut Monkey dengan cepat. “Aku memilki gigi dan
taring cukup kuat untuk melindungiku, serta tubuh yang lentur sehingga aku bisa bergerak dengan cepat dan
lincah untuk berlari dari pemangsaku sedangkan kau?”, seru Monkey dengan
sedikit pamer. “Sebenarnya aku juga iri dengan kalian yang memiliki senjata
untuk bertahan hidup dan aku sering berandai-andai bila aku memiliki senjata seperti
kalian pasti tidak ada yang bisa mengejekku lagi, aku bisa membela diri”, jawab
Coat dengan wajah murung. Beberapa saat mereka terdiam. “Ah, aku punya ide”,
seru Monkey yang membuat Coat kaget. “Kenapa kau tidak meminjam tanduk Dogy
sahabatmu itu, kau kan pernah menyelamatkan nyawanya kenapa kau tidak meminta balasan”, kata
Monkey meyakinkan Coat. “Tapi aku tidak mungkin meminta tanduk itu, tanduk itu
kan milik Dogy”, sahut Coat. “Ya sudah kau pinjam saja sebentar untuk
menakut-nakuti para ular agar mereka tidak mengganggumu lagi, dan kau pasti
akan terlihat sangat gagah dengan tubuh besarmu itu”, rayu Monkey terus. “Hmmm
boleh juga idemu itu pasti aku akan terlihat gagah”, sahut Coat sambil berkaca
di air. “Sekarang sebaiknya kau cepat pulang dan menemui Dogy untuk mengatakan
niatmu itu”, kata monkey sambil bergelantungan di pohon. “Baiklah sampai jumpa
besok teman”, sahut Coat seraya berlalu.
Coat masih ragu untuk mengatakan niatnya tadi
sewaktu berbincang bersama monkey. Menjelang malam Dogy pulang dengan membawa
daging sisa tangkapannya. Coat hanya duduk diam melihat Dogy datang. “Kau
kenapa?seperti ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?”, tanya Dogy mencairkan
suasana. “Tidak, aku tidak apa-apa”, jawab Dogy dengan gugup. “Kau tidak usah
berbohong padaku aku sudah mengenalmu dari kecil, jadi aku sudah sangat hafal
dengan perilakumu dan kau tidak bisa berbohong padaku”, sahut Dogy sedikit
geram. Coat masih terlihat binggung, “katakan saja”, pinta Dogy. “Begini
sahabatku, sebenarnya selama ini aku masih sering di ganggu Piton dan Kobra”,
cerita Coat. “Apa?mereka masih mengganggumu akan ku beri pelajaran mereka lihat
saja besok”, kata Dogy dengan wajah marah. “Tidak, tidak usah aku bisa
menanganinya sendiri aku tidak ingin selalu berlindung padamu dan dianggap
seorang penggadu”, sahut Coat cepat seraya meredam kemarahan Dogy. “Tapi…”,
belum selesai Dogy berbicara sudah dipotong oleh Coat. “Kapan aku akan dihargai
bila aku terus-terusan di bela olehmu”, tegas Coat dengan cepat. “Baiklah bila
itu maumu”, Dogy mengalah dengan sedikit kesal. “Tapi sahabatku, aku butuh
bantuan untuk masalah ini”, lanjut Coat. “Apa yang kau inginkan sahabatku?”, tanya
Dogy. “Aku hanya ingin meminjam tandukmu itu, aku pinjam sebentar saja setelah
para ular itu tidak menggangguku lagi akan segera aku kembalikan padamu
sahabatku”, ucap Coat meyakinkan. “Tetapi bila kau tidak mengijinkan, tidak
apa-apa karena itu hakmu”, Coat melanjutkan. “Tidak sahabatku, semua akan aku lakukan
untukmu agar kau bahagi, kau tahu aku
berhutang nyawa padamu”, sahut dogy dengan meneteskan air mata. “Terimakasih kau memang sahabatku yang
terbaik”, sahut Coat sambil memeluk Dogy. Dengan menahan rasa sakit Dogy
melepaskan tanduk kesayangannya yang ada di atas kepala, beberapa saat kemudian
tanduk itu sudah berganti tempat di kepala Coat. Coat begitu senang dan berlari
keluar untuk bercermin di air, dia begitu terlihat gagah dengan tanduk dikepalanya.
Dengan
bangga Coat berjalan mengelilingi hutan dan sengaja ingin mencari para ular
untuk menunjukan tanduk yang ia miliki. Dari kejauhan ia melihat piton dan
kobra. “Hei, ular-ular bodoh”, teriak Coat dengan lantang. Piton dan Kobra
menoleh dengan cepat mereka bergerak ke arah datangnya suara. “Siapa hewan yang
berani menghina kita, ular yang disegani di hutan ini”, Piton meradang. “Siapa
kau beraninya menghina kami”, Tanya Piton dengan dengan mengertak. “Kalian lupa
padaku ya?hahaha dasar kalian memang ular-ular bodoh”, kata Coat menghina. “Aku
Coat kambing yang selalu kalian hina dan ganggu”, lanjut Coat dengan tegas. “Berani
sekali kau menghina kami”, sahut Piton. Tidak beberapa lama terjadi adu mulut
dan berganti perkelahian diantara mereka. Piton dan Kobra dengan serentak
menyerang Coat dengan cepat Coat menyeruduk mereka sehingga mereka terpental
cukup jauh. Para ular berlari karena takut di seruduk lagi oleh Coat. Dan sejak
itu ular tidak berani mengganggu Coat lagi.
Sudah
berbulan-bulan Coat menggunakan tanduk itu dan melupakan janjinya dulu pada Dogy.
Banyak hewan yang takut dan lebih baik menghindar bila bertemu dengan Coat
karena keperkasaannya sudah terdengar di seluruh pelosok hutan. Dogy dengan
sabar menunggu tanduk yang di pinjam sahabatnya itu tetapi Coat tidak kunjung mengembalikannya. “Sahabatku, apa para ular
masih saja mengganggumu?”, Dogy mencoba membuka pembicaraan di sore itu. “Tentu
saja mereka tidak berani lagi padaku bila mereka berani akan kuseruduk mereka
dengan tandukku ini”, jawab ketus Coat. “Apa aku boleh memintanya kembali,
sahabatku”, lanjut Dogy. “Dikembalikan! Aku tidak mau mengembalikannya”, kata
Coat garang..”Tapi kan dulu kau berjanji padaku”, belum selesai Dogy berbicara
Coat langsung memotong “tidak aku tidak sudi mengembalikannya, tanduk ini sudah menjadi milikku”, sahut Coat dengan
cepat. Adu mulut diantara keduanya tidak dapat dihindari dan tidak berselang
lama mereka berdua berkelahi, saat Dogy ingin menggigit Coat dengan cepat Coat
menyeruduknya dan mengakibatkan dogy terluka parah. “Cepat pergi dari sini atau
aku bunuh kau”, ucap Coat marah. Setelah perkelahian itu Dogy dan Coat
berpisah, dari atas bukit Dogi selalu berkata,“auuu (tandukku)”. Dan coat
menjawab “embek (enggak)”. Sejak itulah sampai sekarang keturunan kambing mempunyai
tanduk yang keras dan tajam.
yang ingin download dalam versi pdf silkan klik disini
url lomba :http://9lightsproduction.multiply.com/journal/item/12/Lomba_Fiksi_Fantasi_2012
yang ingin download dalam versi pdf silkan klik disini
url lomba :http://9lightsproduction.multiply.com/journal/item/12/Lomba_Fiksi_Fantasi_2012
alhamdulilah...walaupun kadang orang melihat ini sebuah karya yang sepele tapi saya bersyukur dapat menyelesaikan cerpen ini. namun saya manusia biasa yang penuh dengan kekurangan begitupun karya ini. mohon masukannya untuk memperbaikinya jadi lebih baik. terimakasih
ReplyDelete